Pengembangan Kurikulum Kebencanaan

Tingginya potensi bencana alam di Indonesia seharusnya membuat masyarakat selalu siaga bencana karena warga tidak bisa selamanya menggantungkan penanganan tanggap bencana kepada pemerintah. Sehingga masyarakat perlu diperkenalkan pada mitigasi bencana, yaitu sekumpulan kegiatan untuk mengurangi risiko dan dampak bencana. Pemerintah bersama masyarakat sudah seharusnya selalu siaga dalam langkah awal penanganan bencana jangka pendek melalui penyiapan tempat pengungsian, penyaluran bantuan dana, makanan, pakaian, dan alat medis.

Namun, untuk penanganan jangka panjang, diperlukan kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana. Sekolah sebagai laboratorium akhlak mulia dapat mengambil peran dalam mengedukasi kesiagaan menghadapi bencana. Sekolah dari berbagai jenjang pendidikan hendaknya bisa menyosialisasikan mitigasi bencana kepada para siswa melalui pembelajaran yang syarat nilai-nilai dan sikap-sikap mengenai manajemen bencana. Yaitu, bagaimana cara mewaspadai, menghadapi, dan bersikap pasca datangnya bencana.

Tetapi, bagaimana caranya sekolah menerapkan kurikulum mitigasi bencana? Setidaknya ada empat parameter yang bisa dilakukan sekolah dalam mitigasi bencana.

Pertama, belajar mengkritisi sebab dan akibat bencana. Banyaknya korban yang meninggal dalam musibah gempa sesungguhnya bukan disebabkan oleh gempa buminya. Melainkan akibat dari tidak kukuhnya struktur bangunan dalam menahan gempa sehingga banyak yang roboh menimpa manusia. Juga karena ketidaktahuan kita tentang apa yang harus dilakukan bila terjadi gempa.

Demikian juga, bencana banjir dan longsor yang terjadi tidak semata-mata karena faktor alam seperti perubahan musim dan curah hujan yang tinggi. Tetapi tata ruang yang sembarangan, urbanisasi yang tidak terkendali, lahan permukiman yang merambah tanah resapan, hingga perilaku membuang sampah sembarangan. Yang tak kalah berbahaya adalah alih fungsi lahan dan kurangnya kesadaran dalam membuat sumur resapan. Semua itu merupakan benih penabur untuk menuai bencana.

Kedua, belajar siaga mengatasi bencana. Siswa khususnya dan warga umumnya perlu mendapatkan keterampilan untuk mengenal deteksi bencana, baik gempa, erupsi gunung berapi, tsunami, banjir, maupun tanah longsor, dengan sistem peringatan dini di daerah-daerah yang rawan bencana. Kesiapan juga bisa berupa kesiapan mental untuk tidak panik, mengenal jalur evakuasi, dan menempati pengungsian.

Ketiga, belajar memobilisasi massa. Bila terjadi bencana seperti gempa, erupsi gunung berapi, tsunami, banjir, atau longsor, siswa diberi keterampilan untuk menyelamatkan diri ke tempat yang aman dan dibekali keterampilan SAR. Termasuk rasa peduli untuk menyelamatkan korban lain serta keterampilan empati untuk saling berbagi bantuan makanan dan medis selama di pengungsian.

Social Share Buttons and Icons powered by Ultimatelysocial
YouTube
YouTube
LinkedIn
LinkedIn
Share
Instagram